Sejak bergulirnya kejuaraan Piala ASEAN Football Federation (AFF) sejak 1 Desember 2010 lalu, jutaan masyarakat Indonesia seperti dibuat tersihir oleh penampilan apik Timnas Garuda. Bermain menyerang, atraktif, mencetak banyak gol dan hadirnya dua pemain indo di tim, Irfan Bachdim (nomor 17) serta Christian Gonzalez (nomor 9), membuat Timnas menjadi bahan obrolan yang tak pernah habis diperbincangkan.Bahkan Irfan Bachdim, Bambang Pamungkas (nomor 20) hingga Arief Suyono (nomor 14) bisa menjadi Trending Topic Worldwide di situs mikroblogging Twitter. Hasil gemilang Timnas Indonesia selama babak penyisihan Grup A Piala AFF 2010 tak lepas dari peran pelatih kepala Alfred Riedl (61), serta dua asistennya Wolfgang Pikal dan Widodo C Putro. Riedl terkenal dengan sikapnya yang disiplin dan keras dalam menggembleng anak-anak Timnas selama latihan maupun ketika memberikan instruksi di ruang ganti dan pinggir lapangan.
Tak jarang beberapa pemain bintang yang tidak disiplin selama latihan kena semprot mulut pedas Riedl. Sanksi tegas pun pernah dijatuhkan ke beberapa pemain Timnas yang dinilai tidak mematuhi aturan, mulai membayar denda hingga disuruh push up puluhan kali di pinggir lapangan latihan.
Keputusan Riedl yang paling berani ialah mencoret nama Boaz Salosa dari skuad inti merah putih. Padahal selama ini Boaz adalah bintang di klubnya Persipura Jayapura dan juga punggawa Timnas selama lima tahun terakhir. Boaz juga punya skill bermain bola yang di atas rata-rata pemain Indonesia.
Sayangnya Boaz dinilai Riedl punya perangai yang sulit diatur.
Riedl juga tak mempan intervensi segelintir pengurus PSSI dalam kebijakan penentuan skuad tim serta taktik yang diterapkan. Pria berpaspor Austria itu selalu bersikukuh kalau semua keputusan terkait pemilihan pemain, strategi, taktik, porsi latihan hingga menu makanan, ditentukan olehnya.
Hasilnya: Malaysia diganyang dengan skor 5-1, Laos dipermalukan dengan angka telak 6-0 dan Indonesia bisa mengalahkan musuh bebuyutannya selama ini Thailand dengan skor 2-1.
Yang terbaru, Timnas mampu mengalahkan Filipina di Semifinal Piala AFF 2010 pertama dengan skor 1-0 lewat gol Christian Gonzalez.. Filipina yang dilatih oleh pelatih asal Inggris Simon McMenemy menjelma menjadi tim kuat di Asia Tenggara. Kebijakan Federasi Sepak Bola Filipina dengan melakukan naturalisasi terhadap delapan pemain bule menghasilkan prestasi instan, masuk Semifinal pertama kalinya di ajang Piala AFF (dulu Piala Tiger-red).
Namun kerja keras Timnas belum selesai. Kemenangan dengan selisih satu gol belum menjamin Indonesia bakal lolos ke Final. Karena Indonesia dan Filipina akan kembali bertemu di Semifinal kedua pada 19 Desember 2010.
Jika Filipina mencetak satu gol atau bahkan menang, pupus sudah semua kebahagiaan yang dirasakan oleh pemain dan rakyat Indonesia.
Sejumlah perbaikan pun harus dilakukan oleh pelatih dan pemain.
Seperti lini belakang Timnas yang beberapa kali kurang koordinasi. Duet jantung pertahanan Maman Abdurrahman (nomor punggung 5) dan Hamka Hamzah (nomor 23) harus rajin-rajin berkomunikasi. Keduanya juga harus lebih sering memberitahu kiper Markus Horison untuk tidak sembrono mengawal gawang Indonesia. Beberapa kali keputusan Markus maju jauh ke depan hampir menciptakan gol untuk tim lawan.
Untuk lini tengah dan depan Indonesia faktor stamina yang fit harus terus dijaga. Lalu sikap bermain yang egois, seperti yang beberapa kali diperlihatkan Oktovianus Maniani (nomor 10 dan Irfan Bachdim tak boleh diulangi lagi. Kepentingan dan kemenangan tim adalah segalanya!
Selain berterima kasih kepada pelatih dan pemain yang berjibaku di lapangan, acungan dua jempol juga layak ditujukan kepada suporter merah putih. 40 ribu hingga 70 ribu penonton tak pernah bosan menyanyi dan bersorak selama menonton dan mendukung Timnas Indonesia di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan yang legendaris itu.
Bahkan Filipina pun mengagumi fanatisme ribuan penonton yang hadir di GBK ketika melakoni babak Semifinal pertama.
Semua momentum euforia ini harus terus dijaga hingga Indonesia main di Final (24 dan 29 Desember 2010) hingga akhirnya Firman Utina cs menjadi juara Piala AFF untuk pertama kalinya.
Jika Indonesia juara, pekerjaan dan tanggung jawab tidak lantas usai. Semua pihak harus terus menjaga prestasi ini dengan sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
Mulai dari pengurus PSSI yang harus merubah mentalnya selama ini. Manajemen bobrok dan tidak transparan benar-benar harus dihapus. PSSI juga harus bisa mengakomodir beberapa usulan dari pihak di luar PSSI mengenai roda kompetisi profesional, pembinaan pemain muda sampai manajemen tim nasional.
Pemain pun juga harus terus menjaga kedisiplinannya sebagai atlet profesional. Memperhatikan pola makan, gizi, istirahat, porsi latihan hingga meninggalkan rokok dan miras, penting untuk dilakukan.
Klub bola profesional sebagai salah satu ujung tombak pembinaan pemain juga harus menjadi modern. Pola pembinaan, pelatihan dan manajemen seperti yang dimiliki klub-klub di Eropa maupun Jepang dan Korea Selatan bisa menjadi acuan. Setidaknya beberapa poin kelebihan mereka bisa kita contoh.
Peran pemerintah juga tak boleh dilupakan. Membangun sarana olahraga yang modern dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan olahraga harus segera dilakukan jika kita ingin nama Indonesia semakin harum di dunia internasional. Membangun sarana olahraga adalah salah satu kunci meningkatkan prestasi olahraga. Menambah anggaran untuk peningkatan prestasi akan mubazir jika kita tidak memiliki sarana olahraga yang mumpuni.
Staf kepelatihan lokal juga harus terus ditingkatkan mutunya. Mulai dari penyeleksian staf pelatih, mengirimnya sekolah ke luar negeri, seperti Cina, Jepang, Australia, Amerika Serikat atau Rusia, bisa dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman melatih para pelatih lokal.
Menyewa pelatih asing juga tidak diharamkan. Metode kepelatihan pelatih asing yang berwawasan jauh ke depan, disiplin, ketat dan tanpa kompromi penting untuk membina atlet Indonesia.
Lalu yang hingga kini belum dilakukan oleh Indonesia ialah Science Sport atau peningkatan mutu latihan dan prestasi dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Di Eropa, AS dan beberapa negara Asia, Science Sport adalah faktor penentu prestasi sebuah negara, selain atlet, pelatih, sarana olahraga dan pengurus organisasi.
Semoga dengan penampilan Timnas Indonesia seperti saat ini bisa memberikan semangat dan inspirasi bagi semua insan olahraga, media, pemerintah dan masyarakat luas untuk ikut serta mengangkat nama Indonesia di ajang internasional.
Garuda Tetap di Dadaku!